Pada saat masih di bangku SMA, saya
memiliki teman yang sangat dekat. Kami sudah mengenal baik dari kecil,
begitu juga dengan keluarga kami yang telah mengenal
satu sama lain.
Kami sering bercerita, entah itu
cerita tentang teman, pacar bahkan keluarga. saat itu teman saya meminta
bantuan untuk menemani karena adik laki-lakinya mengalami masalah.
Adiknya memiliki teman-teman baru,
mungkin karena lingkungan baru di sekolahnya ia jadi sering untuk bermain dan
pergi keluar rumah hingga larut malam. Menurutnya saat dulu ia tidak seperti
ini, ia adalah anak yang manja terhadap ibunya. Jika ia pergi sekolah saja ia
harus diantar ibu hingga depan rumah, ibunya harus melihat dan memeluknya
hingga ia pergi berangkat. Namun sekarang untuk berpamitan pergi saja jarang,
ia langsung pergi jika dijemput temannya. Tanpa kita tau siapa temannya dan
akan pergi kemana.
Berbeda dengan kami yang pasti
mengenalkan teman-teman kami kepada orang tua, agar orang tua tidak khawatir
dan tau dengan siapa kita berteman. Dan dapat menilai benar atau salah kita
memilih atau bergaul dengan teman. Karena kami hanya anak yang belum memiliki
pengalaman yang banyak dan baru mengenal lingkungan luar.
Ibunya yang mencoba mempercayai
anaknya tanpa berpikir negative pun tidak melarangnya, namun kakak dan ayahnya
yang curiga terus mengawasi dari jauh. Kakak dan ibunya hanya menelepon jika ia
belum pulang, dan ia seringkali tidak menjawab. Sesekali ayahnya mengikuti
hingga mana ia pergi dan ternyata ia pergi ke depan kompleks rumahnya. Disana
banyak anak-anak sebayanya yang nongkrong, ada beberapa pula yang merokok.
Tetapi adiknya tidak ikut untuk merokok.
Ayahnya disitu merasa agak lega
karena anaknya tidak berbuat yang negative dan merugikan. Pikiran buruk pun
agak memudar.
Namun pada suatu hari, adiknya
menghubungi orang tua melalui handphone. Ia menangis dan ketakutan, meminta
bantuan kepada orangtuanya untuk menjemputnya di pos security minimarket dekat
rumahnya. Orangtuanya pun langsung menjemputnya. Saya dan teman saya berada di
rumah, untuk menjaga rumah selagi mereka menjemput adiknya.
Sesampainya di rumah, ayah dan
ibunya menangis tersedu, kami pun kaget dan merasa bingung karena mereka hanya
menangis dan ayahnya mengeluarkan kata “pergi dari rumah ini, kamu bukan anak
ayah lagi, ayah tidak mengajarkan kamu untuk mencuri”.
Mendengar perkataan itu kami
langsung menghampiri adik, dan bertanya apa yang terjadi. Ia menceritakan
sambil menangis dan meminta maaf. Kakaknya pun shock dan merasa tidak percaya
bahwa adiknya disuruh oleh teman-teman barunya tersebut untuk mengambil coklat
yang memang kesukaanya. Sebenarnya ia diberi uang jajan oleh ibunya, ia
membayar coklat yang satu dengan uangnya namun ia mengambil coklat lain untuk
teman-temannya dan disuruh oleh teman-teman tersebut untuk memasukan ke dalam
jaketnya. Namun karyawan disana melihat dan saat membayar ia dipergoki. Ia di
tahan oleh satpam di minimarket tersebut dan sebagian teman-temannya kabur
tidak bertanggung jawab.
Ayah, ibu serta kakaknya tidak
menyangka dan tidak percaya, setelah ditanya terus menerus kenapa ia sampai
melakukan hal itu padahal dari dulu hingga sekarang setiap kali ibunya belanja
ia sering dibawakan coklat tersebut, mereka merasa sedih dan kecewa mendengar
faktanya bahwa anak yang selalu dimanja, dijaganya dan selalu dibelikan barang
yang ia inginkan malah mencuri yang bukan haknya.
melihat ayahnya yang sangat marah,
kecewa, sedih dan malu, Ia pun langsung meminta maaf atas kekhilafan hingga
bersujud di atas kaki ayahnya. Ia bersedia untuk pindah sekolah ke pesantren
dan lebih mendalami agama lagi. Padahal sebelumnya saat masih di bangku 6 SD ia
tidak mau didaftarkan untuk sekolah pasantren, menurutnya ia akan kurang
pergaulan namun sekarang ia telah merasakan bahayanya pergaulan jika tidak dapat
memilih-milih teman dan lingkungan, juga tidak dibekali dengan keimanan yang
kuat.
Ia pun pindah ke pasantren, menebus
dosanya dengan lebih mendekatkan diri pada Allah dan setiap minggu ayah, ibu
dan kakaknya menjenguk adiknya tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar